TEORI STIMULUS RESPON
JOHN DOLLARD DAN N.E. MILLER
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“PSIKOLOGI KEPRIBADIAN II”
Oleh:
SITI KHOIRIYAH
B07206060
Dosen Pembimbing:
Drs. HAMIM ROSYIDI, M.Si
NIP. 150 231 821
PRODI PSIKOLOGI
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2008
BAB I
PENDAHULUAN
John Dollard dan Neil E. Miller keduanya mengabdi di Institute Of Human Relation, antara Dollard dan Neil E. Miller berbeda dalam mengambil suatu gagasan namun dengan pendekatan psikoanalisis antropologi dan sosial keduanya melakukan sebuah gagasan teori yang nantinya sangat berpengaruh di bidang psikologi yang dikenal dengan stimulus response theori yang berkaitan dengan teori belajar.
Dari teori yang diketemukan oleh Dollard dan Miller bahwa mereka beranggapan bahwa Habit atau kebiasaan merupakan salah satu elemen dalam struktur kepribadian, kemudian bagaimana Dollard dan Miller menjelaskan dinamika kepribadian perkembangan kepribadian serta tingkah laku abnormal.
Dari paparan di atas pemakalah juga menyajikan Teori Dollard-Miller dalam Prespektif Islam. Pemakalah memberi judul Teori Stimulus Respon Dollard – Miller.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Dollard dan Neil E. Miller
2.1. Biografi John Dollard
John Dollard dilahirkan di Menasha, Wisconsin, pada tanggal 29 Agustus 1900. Ia menerima gelar A.B. dari Universitas Wisconsin pada tahun 1922 dan berturut-turut meraih M.A. (1930) dan Ph.D.-nya (1931) dalam bidang sosiologi di Universitas Chicago. Dari tahun 1926 sampai dengan 1929 la menjadi salah seorang pembantu rektor Universitas Chicago.
Pada tahun 1932 ia menerima jabatan rektor di bidang antropologi di Universitas Yale dan pada tahun berikutnya menjadi lektor di bidang sosiologi pada Institut of Human Relations yang baru saja didirikan. Pada tahun 1935, ia menjadi peneliti pada institut tersebut dan pada tahun 1948 menjadi peneliti dan profesor di bidang psikologi. Ia dipensiunkan sebagai profesor pada tahun 1969. Ia memperoleh pendidikan dalam psikoanalisis dari Institut Berlin dan menjadi anggota dari Western New England Psychoanalytic Society. Keyakinan Dollard dan dedikasi pribadinya terhadap penyatuan ilmu-ilmu pengetahuan sosial tercermin tidak hanya dalam tulisan-tulisannya tetapi juga dalam fakta bahwa ia pernah mengemban tugas-tugas akademik di bidang antropologi, sosiologi, dan psikologi pada satu universitas. Perlu dicatat bahwa kegiatan interdisiplinernya ini berlangsung di masa masing-masing disiplin kurang begitu menyukai integrasi dibandingkan dengan masa sekarang. Dollard telah menulis banyak artikel teknis dalam ilmu-ilmu pengetahuan sosial mulai dari etnologi sampai psikoterapi. Ia telah mengarang sejumlah buku yang juga mencerminkan minatnya yang luas itu. Caste and class in a Southern town (1937) adalah suatu penelitian lapangan yang sangat dihargai mengenai peranan orang-orang kulit hitam dalam suatu masyarakat di bagian selatan di AS dan merupakan salah satu contoh karya awal analisis kebudayaan dan kepribadian. Karya ini disusul oleh sebuah buku serupa, Children of bondage (1940), yang ditulis bersama Allison Davis. Ia menerbitkan dua buku berisi analisis psikologis tentang rasa takut: Victory over fear (1942) dan Fear in battle (1943); dan suatu monograf penting mengenai penggunaan bahan sejarah kehidupan, Criteria for the life history (1936). Bersama Frank Auld dan Alice White ia menerbitkan Steps in psychotherapy (1953), sebuah buku yang menyajikan suatu metode psikoterapi yang mencakup pendeskripsian yang rinci tentang individu yang sedang dalam perawatan, dan bersama Frank Auld menerbitkan Scoring human motives (1959).[1]
2.2. Biografi Neil E. Miller
Neil A. Miller, yang lahir pada tahun 1920, memulai kariernya di kampus sebagai pembicara dan mengampu mata pelajaran Bahasa Inggris. Tahun 1941, dia menerima gelar masternya dari University of Alabama. : Sedangkan pada tahun 1946, dia menerima gelar Ph.D-nya dari Harvard dan mulai belajar psikolinguistik.
Tahun 1951, Miller memublikasikan buku pertamanya, berjudul "Language and Communication". Di dalam buku tersebut, dia berargumen bahwa tradisi behavioris tidaklah mencukupi untuk menanggung beban dalam menerangkan bahasa.
Miller menulis karya paling terkenalnya pada tahun 1956: "The Magical Number Seven, Plus or Minus Two: Some Limits on Our Capacity for Processing Information". Di dalam karya tersebut, dia menerangkan bahwa memori berjangka pendek hanya bisa mempertahankan sekitar tujuh batang yang disebut potongan-potongan (chunks) - informasi: Tujuh kata, tujuh angka, tujuh wajah, dan dalam hal apa pun. Inilah yang masih dianggap akurat sampai sekarang.
Tahun 1960, Miller mendirikan Center for Cognitive Studies di Harvard bersama developmentalis kognitifis terkenal, Jerome Bruner. Pada tahun yang sama, dia memublikasikan "Plans and the Structure of Beharrtor" (bersama Eugene Galanter dan Karl Pribram, 1960), yang mengerangkakan konsepsi mereka tentang psikologi kognitif. Keduanya menggunakan komputer sebagai model pembelajaran mereka terhadap manusia, dan menggunakan analogi-analogi seperti itu sebagai cara untuk memproses informasi, mengodekannya, dan cara mendapatkan kembali informasi tersebut. Miller beranjak begitu jauh dalam mendefinisikan psikologi sebagai kajian pikiran, seperti yang telah sebelumnya didefinisikan ulang oleh para behavioris tentang psikologi sebagai kajian perilaku.[2]
Neal E. Miller dilahirkan di Milwaukee, Wisconsin, pada tanggal 3 Agustus 1909 dan meraih gelar B.S.-nya dari Universitas Washington pada tahun 1931. Ia meraih gelar M,.A.-nya dari Universitas Stanford pada tahun 1932 dan Ph.D.-nya di bidang psikologi dari Universitas Yale pada tahun 1935. Dari tahun 1932 sampai dengan tahun 1935 ia menjadi asisten di bidang Psikologi pada Institute of Human Relations dan antara tahun 1935-1936 ia mendapat bersiswa dari Social Science Researc Council dan memanfaatkannya untuk mengikuti pendidikan analisis pada Institut Psikoanalisis Wina. Dari tahun 1936 sampai tahun 1940, menjadi asisten dosen dan selanjutnya lektor pada Institute of Human Relations. Ia menjadi peneliti dan lektor pada tahun 1941. Dari tahun 1942 sampai tahun 1946, ia memimpin suatu proyek penelitian psikologi untuk Angkatan Udara AS. Pada tahun 1946, ia kembali ke Universitas Yale, menjadi profesor dalam program kuliah James Rowland Angell di bidang psikologi pada tahun 1952. Ia menetap di Yale sampai tahun 1966n dan selanjutnya menjadi profesor psikologi dan kepala Laboratorium Psikologi Fisiologis pada Universitas Rockefeller. Selain karena kerjasamanya dengan John Dollard, Miller juga sangat terkenal di kalangan psikologi berkat karya eksperimental dan teoretisnya yang cermat tentang proses pemerolehan dorongan-dorongan, hakikat perkuatan, dan penelitian tentang konflik. Penelitian awalnya semata-mata bersiifat behavioral, tetapi sejak tahun 1950-an Miller mulai menaruh perhatian pada mekanisme-mekanisme fisiologis yang mendasari dorongan dan perkuatan serta gejala-gejala sejenis lainnya. Karya ini disajikan secara rinci dalam terbitan-terbitan jurnal, meskipun banyak di antaranya telah pula diringkaskan dalam tiga bab buku pegangan yang sangat elok (Miller, 1944, 1951a, 1959). Penghargaan atas sumbangan-sumbangannya tercermin pada berbagai tanda jasa yang diterimanya. Ini meliputi keanggotaannya dalam National Academy of Science yang bergengsi itu, terpilih menjadi ketua American Psychological Association (1959), menerima medali Warren dari Society of Experimental Psychologist (1957), dan menerima Medal of Science dari Presiden (1965), suatu tanda kehormatan yang hanya dimilikinya bersama dua ilmuwan behavioral lain.
Pada tahun 1959 beberapa anggota staf Institute of Human Relations, termasuk Dollard dan Miller, menerbitkan suatu monograf berjudul Frustration and aggression (1939). Karya ini merupakan suatu contoh awal dan menarik bentuk penerapan yang akan kita bicarakan dalam bab ini. Para penulis berusaha menganalisis frustasi dan akibatnya menurut konsep S-R. Dalam monograf tersebut, mereka menyajikan suatu perumusan yang sistematis tentang pendirian teoretik ini, dilengkapi dengan sejumlah besar penelitian dan prediksi tentang peristiwa-peristiwa yang masih harus diobservasi. Karya ini tidak hanya memberi ilustrasi tentang integrasi antara konsep S-R, perumusan psikoanalitik, dan bukti-bukti antropologis, tetapi juga memberikan bukti tentang keberhasilan perpaduan ini, karena telah mendorong banyak penelitian empiris serupa. Miller dan Dollard bersama-sama telah menulis dua buku yang berisi penerapan versi yang disederhanakan dari teori Hull pada masalah-masalah yang menjadi garapan psikolog sosial (Social leraning and imitation, 1941) dan pada masalah-masalah yang menjadi perhatian psikolog klinis atau psikolog kepribadian (Personality and psychotherapy, 1950).[3]
B. Latar Belakang Teori Dollard – Miller
Teori ini merupakan hasil usaha dua orang yang sangat piawai dalam soal penelitian laboratorium maupun penelitian klinis, untuk memodifikasikan dan menyederhanakan teori perkuatan Hull sehingga dapat digunakan dengan mudah dan efektif untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa yang menjadi perhatian utama para psikolog sosial dan klinis. Detil-detil teori ini terbentuk bukan hanya bertolak dari perumusan-perumusan Hull tetapi juga dari teori psikoanalitis serta temuan-temuan dan generalisasi-generalisasi dari antropologi sosial. Seperti akan kita lihat, konsep kebiasaan, yang menggambarkan suatu hubungan S-R yang stabil, menempati posisi penting dalam teori ini. Sesungguhnya, sebagian terbesar dari teori ini menyangkut penetapan kondisi-kondisi spesifik di mana aneka kebiasaan terbentuk dan menghilang. Sejumlah kecil konsep yang digunakan untuk maksud ini telah dimanfaatkan dengan amat cerdik oleh para penulis tersebut untuk menerangkan gejala-gejala yang menjadi pusat perhatian para klinikus, misalnya, represi, pemindahan (displacement), dan konflik. Pada berbagai kesempatan mereka telah berusaha menarik dart tulisan-tulisan psikoanalitik dan observasi klinis pengertian-pengertian penting mengenai tingkah laku yang selanjutnya mereka gabungkan dengan konsep-konsep S-R mereka. Maka, sebagian besar penerapan teorinya berupa penerjemahan hasil observasi umum, atau perumusan teoretis yang kabur, ke dalam istilah-istilah teori S-R yang lebih lugas, objektif. Meskipun penerjemahan itu sendiri bukan merupakan tujuan yang sangat penting, usaha ini seringkali membuka jalan ke arah wawasan-wawasan dan prediksi-prediksi baru mengenai peristiwa-peristiwa empiris yang tidak teramati, dan fungsi-fungsi ini merupakan sumbangan teoretis yang paling berharga.[4]
Inti teori mereka merupakan suatu deskripsi tentang proses belajar. Prinsip-prinsip belajar yang diterapkan oleh Dollard dan Miller dalam kehidupan sehari-hari ditemukan dalam penelitian-penelitian laboratorium yang terkontrol yang umumnya menggunakan binatang-binatang sebagai subjek. Karena itu, pengetahuan tentang prinsip-prinsip laboratorium dan juga tentang pengertian teoretis tertentu mengenai prinsip-prinsip laboratorium-, sangat penting untuk memahami teori kepribadian mereka.[5]
C. Struktur Kepribadian
Kebiasaan (habit) adalah satu-satunya elemen dalam Teori Dollard dan Miller yang memiliki sifat struktural. Habit adalah ikatan atau asosiasi antara stimulus dengan respon, yang relatif stabil dan bertahan lama dalam kepribadian. Karena itu gambaran kebiasaan seseorang tergantung pada event khas yang menjadi pengalamannya. Namun susunan kebiasaan itu bersifat sementara. Dollard & Miller menyerahkan kepada ahli lain rincian perangkat habit tertentu yang mungkin menjadi ciri seseorang, karena mereka lebih memusatkan bahasannya mengenai proses belajar, bukan kepemilikan atau hasilnya. Namun mereka menganggap penting kelompok habit dalam bentuk stimulus verbal atau kata-kata - dari orang itu sendiri atau dari orang lain, dan responnya yang umumnya juga berbentuk verbal.
Dollard dan Miller juga mempertimbangkan dorongan sekunder (secondary drives), seperti rasa takut sebagai bagian kepribadian yang relatif stabil. Dorongan primer (Primary drive.) dan hubungan S-R yang bersifat bawaan (innate) juga menyumbang struktur kepribadian, walaupun-kurang penting dibanding habit dan dorongan sekunder, karena dorongan primer dan hubungan S-R bawaan ini menentukan taraf umum seseorang, bukan membuat seseorang menjadi unik.[6]
Dalam eksperimen hipotesis yang dilakukan oleh Miller dengan subyek tikus laboratorium menggunakan sebuah kotak persegi dengan lantai berjaringan kabel listrik. Kotak tersebut dibagi menjadi dua ruang dengan sekat sebagai pagar yang digunakan untuk lompat tikus dengan sebuah bel listrik yang dibunyikan bersamaan dengan dialiri arus listrik.
Dari eksperimen yang dilakukan oleh Miller ini akan memunculkan sesuatu yang berupa dorongan habit dalam teorinya.
Dorongan adalah konsep motivasional dalam sistem Hullian dan dipandang berfungsi membangkitkan tingkah laku tetapi tidak menetapkan arahnya. Pada contoh ini, dorongannya bersifat bawaan atau primer, berdasarkan rasa sakit. Tentu saja, masih ada sejumlah dorongan primer (primary drives) selain rasa sakit, seperti rasa lapar, haus, dan seks. Contoh-contoh terakhir, berbeda dengan rasa sakit, merupakan keadaan-keadaan deprivasi atau kekurangan akibat tertahannya sejenis stimulus tertentu, seperti makanan, dan akan direduksikan dengan memberi organisme stimulus yang tepat, bukan dengan menghilangkan stimulasi yang bersifat membahayakan.
Berikut Skema Teori Miller:
Analisis teoritis tentang proses-proses yang terlibat
dalam pengondisian klasik suatu respon emosional
berdasarkan rasa sakit
ST kejutan r emos SD (dorongan) Remos
Kebiasaan
SKbel
Sebenarnya, Miller mengajukan dalil bahwa setiap stimulus internal atau eksternal, jika cukup kuat, mampu__ membangkitkan suatu _dorongan dan memicu tindakan. Seperti tersirat dalam pernyataan ini, dorongan-dorongan memiliki kekuatan yang berbeda-beda, dan makin kuat dorongan itu maka makin bersemangat atau makin tahan uji juga tingkah laku yang digerakkannya. Dalam eksperimen kita, misalnya, kekuatan tingkah laku emosionalnya yang dapat diamati yang terjadi dalam diri para subjek sebagai respon terhadap ST dan kemudian, kekuatan respon melompati penyekat yang dipelajari dipengaruhi oleh tingkat kejutan yang diberikan.
Mula-mula bunyi bel listrik itu sama sekali tidak mampu membangkitkan tingkah laku-tingkah laku emosional berkaitan dengan kejutan. Tetapi setelah bunyi bel dan kejutan berulangkali diberikan, maka bel tersebut mendapatkan kapasitas untuk membangkitkan remos internal serupa dengan yang aslinya ditimbulkan oleh ST yang menyakitkan; suatu respon terkondisi (RK) telah diperoleh. Dalam sistem Hullian yang digunakan oleh Dollard dan Miller, belajar digambarkan sebagai pembentukan hubungan asosiatif antara stimulus terkondisi (bunyi bel) dan respon (remos) dan digambarkan dengan konsep teoretis, kebiasaan (habit). Sebagaimana akan dibahas secara lebih rinci sebentar lagi, Hull mengemukakan dalil bahwa supaya terbentuk kebiasaan, selain stimulus dan respon harus terjadi secara berdekatan dalam hal waktu dan ruang, maka respon tersebut juga harus disertai dengan perkuatan atau hadiah. Apabila kondisi terakhir terpenuhi, maka kekuatan kebiasaan S-R akan meningkat sejalan dengan jumlah kali stimulus dan responnya terjadi bersama-sama.
Penyajian bunyi bel dan kejutan secara berulang-ulang pada sesi pertama percobaan kita disertai terhindarnya subjek dari kejutan yang berfungsi sebagai pemerkuat adalah cukup untuk membentuk kebiasaan yang relatif kuat. Segera setelah remos yang terkondisi secara klasik terbentuk, maka penyajian bunyi belnya sendiri tidak hanya membangkitkan remos, tetapi juga memicu rangkaian peristiwa selanjutnya yang aslinya terkait dengan penyajian kejutan. Jadi, pola khusus stimulasi internal SD akan dibangkitkan dan dikombinasikan dengan bunyi bel, ia akan berperan sebagai isyarat untuk membangkitkan tingkah laku terbuka yang sama seperti yang sebelumnya dibangkitkan oleh kejutan. Selanjutnya, respon-respon yang bisa diamati ini digerakkan atau digiatkan oleh sifat-sifat dorongan yang terdapat pada SD. Karena dorongan ini dibangkitkan oleh respon yang dipelajari terhadap stimulus yang sebelumnya netral, maka dorongan itu dikenal sebagai dorongan yang diperoleh atau dorongan sekunder (secondary drive), berbeda dengan dorongan primer (primary drive) yang dibangkitkan oleh respon-respon terhadap stimulasi yang menyakitkan.
Untuk membedakan rangkaian remos -----> SD Yang dibangkitkan oleh kejutan dari rangkaian yang terkondisi secara klasik yang dibangkitkan oleh bunyi bel, maka yang terakhir ini diberi sebutan khusus: kecemasan atau rasa takut.[7]
Dollard dan Miller kurang menaruh minat pada unsur-unsur struktural atau unsur-unsur yang relatif tak berubah dalam kepribadian. Secara konsisten mereka lebih berminat pada proses belajar dan perkembangan kepribadian. Tanpa menekankan aspek-aspek struktural itu, konsep-konsep manakah yang mereka gunakan untuk menggambarkan sifat-sifat stabil dan menetap pada individu? Kebiasaan adalah konsep kunci dalam teori belajar yang dianut Dollard dan Miller.
Telah kita ketahui, suatu kebiasaan adalah pertautan atau asosiasi antara suatu stimulus (isyarat) dan suatu respon. Asosiasi-asosiasi yang dipelajari atau kebiasaan-kebiasaan bisa terbentuk tidak hanya antara stimulus-stimulus eksternal dan respon-respon terbuka, tetapi juga antara stimulus-stimulus dan respon-respon internal. Bagian terbesar teori mereka adalah mengenai penetapan kondisi-kondisi dalam mana kebiasaan-kebiasaan diperoleh dan dihapus atau diganti, dan hanya sedikit atau sama sekali tidak menyinggung penggolongan kebiasaan-kebiasaan atau penyusunan daftar aneka-ragam kebiasaan penting yang diperlihatkan orang-orang.
Meskipun kepribadian terutama terdiri dari kebiasaan-kebiasaan, namun struktur khusus kebiasaan-kebiasaan itu akan tergantung pada peristiwa-peristiwa unik yang pernah dialami oleh individu yang bersangkutan. Selanjutnya, struktur ini hanya bersifat sementara kebiasaan-kebiasaan seseorang hari ini dapat berubah sebagai akibat dari pengalaman-pengalaman yang diperolehnya keesokan harinya. Dollard dan Miller merasa cutup menentukan prinsip-prinsip yang mengatur pembentukan kebiasaan dan menyerahkan kepada masing-masing klinikus atau peneliti tugas untuk menentukan kebiasaan-kebiasaan khas orang-seorang. Akan tetapi, mereka berusaha menekankan dengan panjang lebar bahwa segolongan kebiasaan-kebiasaan yang penting bagi manusia dihasilkan oleh stimulus-stimulus verbal, apakah stimulus-stimulus itu dihasilkan oleh orang-orang itu sendiri atau oleh orang lain, dan bahwa respon-responnya seringkali juga bersifat verbal.
Sejumlah kebiasaan dapat melibatkan respon-respon internal yang pada gilirannya membangkitkan stimulus-stimulus internal yang memiliki sifat-sifat dorongan. (Kita telah memeriksa rasa takut sebagai salah satu contoh dorongan yang dihasilkan oleh respon dan yang bersifat dipelajari.) Dorongan-dorongan sekunder ini juga harus dipandang sebagai bagian-bagian kepribadian yang bersifat menetap. Dorongan-dorongan primer dan hubungan-hubungan S-R bawaan juga merupakan unsur bagi pembentukan struktur kepribadian. Akan tetapi, dorongan-dorongan primer dan hubungan-hubungan bawaan itu selain kurang penting dalam tingkah laku manusia dibandingkan dengan dorongan-dorongan sekunder dan jenis-jenis kebiasaan lainnya, juga menentukan sifat-sifat yang sama-sama dimiliki oleh semua individu sebagai anggota spesies yang sama, dan bukannya menentukan keunikan mereka.[8]
D. Dinamika Kepribadian
Dollard dan Miller sangat eksplisit dalam mendefinisikan sifat motivasi, dan mereka menguraikan secara sangat rinci perkembangan dan perluasan motif-motif; tetapi sekali lagi, mereka tidak tertarik pada taksonomi dan klasifikasi. Malahan mereka telah berfokus pada motif-motif penting tertentu, seperti kecemasan. Dalam analisis mereka mengenai motif-motif ini, mereka berusaha menjelaskan proses umum yang berlaku untuk semua motif.
Pengaruh dorongan-dorongan pada subjek manusia dibuat rumit oleh munculnya sejumlah besar dorongan baru hasil penurunan ataupun pemerolehan. Selama proses pertumbuhan, ma sing-masing individu mengembangkan sejumlah besar dorongan sekunder yang tugasnya membangkitkan tingkah laku.
Dalam masyarakat modern, stimulasi dorongan sekunder umumnya telah menggantikan fungsi asli stimulasi dorongan primer. Dorongan-dorongan yang diperoleh, seperti kecemasan, rasa malu, dan keinginan untuk menyenangkan orang lain, mendorong sebagian terbesar perbuatan kita. Implikasinya, peranan dorongan-dorongan primer dalam kebanyakan hal tidak lagi bisa diobservasi dalam situasi biasa pada seorang dewasa yang memasyarakat. Hanya dalam proses perkembangan, atau pada masa-masa krisis (gaga1 mengikuti cara-cara adaptasi yang ditentukan oleh kebudayaan) orang dapat mengamati dengan jelas bekerjanya dorongan-dorongan primer tersebut.
Kiranya juga jelas bahwa kebanyakan perkuatan dalam kehidupan sehari-hari subjek manusia tidak berupa hadiah-hadiah primer. Melainkan berupa peristiwa-peristiwa yang mulanya netral namun kemudian memiliki nilai hadiah karena terus-menerus dialami bersamaan dengan perkuatan primer. Senyuman seorang ibu, misalnya; menjadi suatu hadiah yang diperoleh atau hadiah sekunder yang sangat berpengaruh bagi bayi karena terus-menerus diasosiasikan dengan pemberian makan, popok, dan bentuk-bentuk tindakan pemeliharaan lain yang sifatnya mendatangkan rasa nikmat atau menghilangkan ketaknyamanan fisik. Hadiah-hadiah sekunder sering dengan sendirinya mampu memperkuat tingkah laku. Akan tetapi kapasitasnya untuk memperkuat bukan tak terbatas, kecuali jika hadiah-hadiah sekunder tersebut kadang-kadang tetap terjadi bersamaan dengan perkuatan primer. Pertanyaan tentang proses terjadinya perubahan-perubahan ini mengantar kita pada persoalan yang lebih luas tentang perkembangan kepribadian.[9]
1. Motifasi Dorongan
Dollard dan Miller memperhatikan motivasi dorongan (drive). Dalam kehidupan manusia banyak muncul dorongan yang dipelajari (secondary drive) berdasarkan dorongan primer seperti makan, lapar, haus dan seks. Dengan yang dipelajari berperan sebagai wajah semu fungsinya menyembunyikan dorongan bawaan. Dollard-Miller mengemukakan bahwa bukan hanya dorongan primer yang diganti oleh dorongan sekunder, tetapi penguat (hadiah) yang primer dapat diganti dengan penguat sekunder.[10]
2. Proses Belajar
Dollard-Miller melakukan eksperimen rasa takut terhadap tikus. Dengan eksperimen tersebut mendemonstrasikan beberapa prinsip belajar yaitu:
a. Classical conditioning (terkondisi merespon stimulus)
b. Instrumental learning (belajar merespon) menghindari rasa sakit.
c. Extinction (tingkah laku menghindar)
d. Primary drive (tertekan) muncul learned (secondary drive) atau rasa takut kemudian memotivasi tingkah laku.
Dari eksperimen tersebut dapat disimpulkan bahwa orang bisa belajar harus adanya keinginan (want something), mengenali sesuatu (notice something, mengerjakan do something), dan mendapat sesuatu (get something), sehingga muncul empat komponen utama belajar, yakni:
a. Drive stimulus yang mendorong terjadinya kegiatan
b. Cue adalah stimulus yang memberi petunjuk perlunya dilakukan kesopanan yang sesungguhnya.
c. Response adalah aktivitas yang dilakukan seseorang
d. Reinforcement adalah hadiah sebagai drive pereda dorongan agar belajar bisa terjadi.[11]
3. Proses Mental yang Lebih Tinggi
a. Perluasan stimulus respon (teori belajar tidak hanya menjelaskan tingkah laku yang sederhana, tetapi juga hal-hal yang makna dan terapan berkaitan dengan persoalan kepribadian yang komplek.
b. Generalisasi stimulus yakni respon yang dipelajari dalam kaitannya dengan suatu stimulus, dapat dipakai untuk menjawab stimulus lain yang bentuk atau wujud fisiknya mirip.
c. Reasoning merupakan pengganti perbuatan nyata menjadi cue producing. Response internal yang lebih efisien untuk memecahkan masalah dari pada berbuat mencoba-coba.
d. Bahasa, merupakan respon isyarat yang penting sesudah reasoning
e. Scondary drive
Tingkah laku tidak semata-mata diatur oleh penguat primer, karena cue sering berasosiasi dengan kepuasan dorongan primer dapat menjadi reinforcement sekunder. Umumnya drive skunder bersifat renta, jika drive berulang kali gagal mendapat reinforcement maka drive menjadi lemah.[12]
E. Perkembangan Kepribadian
1. Perangkat innate (respon sederhana dan primary process)
Perubahan dari bayi yang sederhana menjadi dewasa, menurut Dollard-Miller bayi memiliki juga keperkir primitive antara lain:
a. Reflek spesifik
b. Respon bawaan hirarkis
c. Dorongan primer
d. Konteks sosial
2. Konteks sosial
Dillard-Miler menekankan saling ketergantungan antara tingkah laku dengan lingkungan sosio kultural.
3. Training situation
Analisis Dollard-Miller situasi pada bayi banyak memakai formulasi Freud, yakni:
a. Feeding situation
b. Cleanliness-training
c. Early Sec training
d. Anger-anxiety.[13]
F. Tingkah Laku Abnormal
Formulasi tingkah laku konflik menurut Dollard-Miller bahwa konflik yang parah mendasari tingkah laku menyedihkan dan symptom neurotic, karena konflik membuat orang tidak dapat merespon yang secara normal dapat meredam drives yang tinggi. Ada tiga bentuk konflik, yakni:
1. Konflik approach-avoidance
2. Konflik approach-approach
3. Konflik yang mengikuti lima asumsi dasar mengenai tingkah laku:
a. Kecenderungan mendekat (gradient of approach)
b. Kecenderungan menghindar (gradien of avoidance)
c. Peningkatan gradient of avoidance
d. Meningkatkan dorongan berkaitan meningkatkan gradient.
e. Manakah ada dua respon bersaing yang lebih kuat akan terjadi.[14]
G. Teori Dollard-Miller dalam Perspektif Islam
Teori Dollard-Miller jika dilihat dalam perspektif Islam yakni dinamika kepribadian adanya suatu potensi kehidupan (thaqatun hayawiyatun) merupakan kekuatan pendorong bagi dinamika gerak manusia dan penjamin eksistensinya dalam kehidupan potensi. Kehidupan dimaksud ada dua macam: (1) kebutuhan-kebutuhan jasmani (al-hajatul aludhiwyah) dan (2) naluri-naluri (al-gharaiz)
Kebutuhan jasmani merupakan kebutuhan yang terkait dengan kenyataan bahwa manusia adalah makhluk hidup yang memerlukan terus-menerus pasokan energi dan kondisi tertentu bagi kelangsungan kehidupan.
Kebutuhan jasmani mempunyai dua karakter yang khas:
1. Pemuasan bersifat harus, jika tidak jiwa akan terancam atau mati (makan, minum, buang hajat, bernafas).
2. Stimulus (rangsangan) yang membangkitkan adanya kebutuhan internal (manusia merasa butuh makan karena lapar).
Adanya kebutuhan jasmani pada diri manusia dapat dirasakan langsung tiap orang. Allah berfirman: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu diwaktu malam dan siang hari, dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya, sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang yang mendengar.” (QS. Ar-Ruum: 23)
Allah juga berfirman:
“Orang ini tidak lain hanyalah manusia biasa seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan, dan minum dari apa yang kamu minum” (QS. Al-Mu’minun: 33)
Naluri adalah potensi di dalam diri manusia yang mendorong manusia untuk cenderung kepada sesuatu, atau meninggalkan sesuatu naluri adalah sesuatu yang substansinya tidak dapat diindera namun dapat terindra hanya manifestasi yang muncul dari naluri-naluri.[15]
Penulis lebih condong bahwa dengan adanya kebutuhan-kebutuhan jasmani dan naluri bahwa kepribadian itu terbentuk oleh aqliyah (pola pikir), dan nafsiyah (pola sikap). Aqliyah (pola pikir) adalah cara yang digunakan untuk memikirkan sesuatu, sedang nafsiyah adalah cara yang digunakan seseorang untuk memenuhi tuntutan ghorizah dan Hajatul Al-Adawiyah yakni upaya memenuhi berdasarkan kaidah yang diimani dan diyakini.[16]
BAB III
KESIMPULAN
Teori Dollard-Miler mengenai bentuk sederhana dalam teori belajar adalah mempelajari keadaan di mana terjadi hubungan antara respon dan cue stimulusnya.
Teori Dollard-Miller biasanya disebut dengan teori stimulus respon. Walaupun jika dicermati dari biografi antara John Dollar dan Neal E Miller terdapat perbedaan yang dalam hal ini mengenai gagasan kedua tokoh tersebut. Miller menyajikan suatu gagasan dan temaun-temuan penting dalam psikologi eksperimental, sedangkan Dollard memberikan sumbangan penting dalam bidang antropologi dan sosiologi. Walaupun demikian, keduanya sangat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman di Institute of Human Relations.
Dengan prinsip-prinsip asosiasi, ganjaran (reinforcement menjadi penting dalam hal analisis kepribadian dan sosial kultural.
Dengan teori Dollard-Miller dapat menjelaskan, antara lain:
3. Struktur kepribadian
4. Dinamika kepribadian yang mempengaruhi:
b. Motivasi
c. Proses belajar
d. Proses mental yang lebih tinggi
e. Secondary drive
3. Perkembangan kepribadian, yakni:
a. Perangkat lunak
b. Konteks sosial
c. situation
4. Tingkah laku abnormal (penyimpangan-penyimpangan yang terjadi)
5. Bagaimana Islam mengkritisi teori Dollar-Miller.
DAFTAR RUJUKAN
Alwisol, Psikologi Kepribadian, Malang: UMM Press, 2004
A. Supartiknya, (Calvin, S. Hall), Teori-teori Sifat dan Behavioristik, Yogyakarta, IKAPI-KANISIUS, 1998.
George Georee, Sejarah Psikologi, Yogyakarta: Primasophie, 2005.
Ismail Yusanto dan Sigit P. Membangun Kepribadian Islam, Jakarta: Khoirul Bayan press, 2005.
HTI, (terj, Yasin), Pilar-pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah Jakarta: HTI Press, 2008.
Training TIM BKLDK, Mafahim BKLDK.Malang:UNM Press,2006
Hafidz Abdurrahman, Islam Politik Spiritual, Bogor:al Azhar Press, 2004
Muh Ismail, Bunga Rampai Pemikiran islam, Jakarta:Gema Insani Press, 2006
[1] A. Supratiknya, Teori-teori Sifat dan Behavioristik (Yogyakarta: IKAPI Kanisius, 1998), hal. 206-207
[2] George Georee, Sejarah Psikologi (Yogyakarta: Primasopthie, 2005), hal. 487-488
[3] A. Supratiknya, Op.cit, hal. 207-208
[4] A. Supratiknya, Op.cit. hal. 204-205
[5] Ibid, hal. 208-209
[6] Alwisol, Psikologi Kepribadian (Malang: UMM Press, 2004), hal. 401-402
[7] A. Supratiknya, Op.cit. hal. 211-213.
[8] A. Supratiknya, Ibid. hal. 220-221
[9] Ibid, hal. 221-222
[10] George Georee, Op.cit. hal. 402.
[11] Ibid, hal. 402-405
[12] Ibid, hal. 406-408.
[13] Ibid, hal. 410-413
[14] Ibid, hal. 408-409.
[15] Ismail Yusanto dan Sigit P. Membangun Kepribadian Islam (Jakarta: Khoirul Bayan Press, 2005), hal. 14-16.
[16] Hizbut Tahrir (terjemah Yasin) Pilar-pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah (Jakarta: HTI Press, 2008), hal. 9-10
Terimakasih sangat berguna sekali
BalasHapus👍👍👌👌 lengkap dan juga sesuai seperti yang saya cari.
BalasHapus👍👍👌👌 lengkap dan juga sesuai seperti yang saya cari.
BalasHapus